Monday, June 14, 2010

NOSTALGIA ZAMAN SERBA MANUAL

Thursday, May 20, 2010

Beberapa waktu yang lalu, aku n beberapa teman kostku pada iseng2 kurang kerjaan mengenang zaman serba susah. Susah? Ga juga coz dulu ngejalaninnya juga biasa2 aja. Cuma klo mengingat sekarang zaman sudah serba digital, serba praktis, teknologi sudah menguasai semua aspek, sepertinya bakal perlu penyesuaian yang lumayan panjang jika diharuskan kembali ke masa itu.

Seterika arang.
Dulu jika mau menyetrika harus memanaskan arang dulu. Membakar plus mengipasi arang kek membakar sate. Setrikanya gedhe n berat. Ga kebayang klo kejatuhan bakal kaya apa rasanya. Ga otomatis pula, so klo nytrika harus cepet2, takut arang keburu mati n klo kelamaan digosokkan ke baju, bisa2 baju gosong. Menyetrika sungguh melelahkan……
Aku sendiri tidak ingat apakah dulu pernah meyetrika pakai arang juga coz waktu itu aku masih kecil. Tapi aku masih ingat bagaimana bentuk setrika n cara pemakaiannya. Dulu suka lihat kalau ayah atau ibu lagi menggunakannya. Setrika dari besi baja dengan banyak lubang bulat2 sebesar kelereng di sisi tepinya.

Lampu senthir n petromaks.
Dulu sempat mengalami masa belum ada listrik. Tiap malem mau ga mau nyalain lampu minyak yang di Yogya disebut lampu senthir. Klo pas lagi apes, nyala apinya kegedhean, bikin porong. Muka n tembok yang terkena kepulan asapnya bisa item2 kena jelaga.
Lampu ini juga menghasilkan bayangan di tembok yang amat besar. Dulu waktu kecil aku takut dengan bayanganku sendiri. Ada makhluk besar bergerak-gerak sendiri di tembok. Coz ketakutan, akhirnya lampu suka kutiup. Jadinya ngerjain orangtuaku. Tiap dinyalain kutiup lagi dan lagi.
Klo lampu petromaks, di rumahku ga pernah memakainya. Tetanggaku yang suka menggunakannya. Senang tiap kali tetanggaku tiap sore menyalakannya. Bersama beberapa temanku suka dengan sengaja mengamati dia menyalakan lampunya. Pertama mengisi spiritus sebagai bahan bakar, warnanya biru tua keunguan, memasang kaos jaring, kemudian memompanya. Aku paling suka waktu memompa. Hehehe seruuuu….

Televisi hitam putih bertenaga accu.
Masih ada kaitannya dengan belum adanya listrik, dulu biar ga ketinggalan informasi, nyalain televisi dengan tenaga accu. Coz banyak yang pada belum punya tivi, akhirnya nonton tivi jadi acara nonton tivi rame2 dengan tetangga2. Tivi hitam putih. Satu2nya siaran waktu itu TVRI. Siaran cuma di malam hari. Nonton rame2 menggelar tikar dengan ditemani nyamikan alias snack seadanya. Klo ga singkong rebus, garut rebus, jagung rebus ya kacang rebus. Kadang2 juga balok alias singkong goreng. Seruuuuu…. Jadi lebih dekat dengan tetangga2.

Layar Tancap.
Ini acara nonton film rame2 di lapangan. Nonton ngampar di tanah lapang, biasanya dari rumah udah pada persiapan bawa koran atau tikar kecil buat alas duduk. Berangkat ke lapangan berjalan kaki rame2. Dulu biasanya film main pukul 7 malam. Kebanyakan cowok dilengkapi dengan atribut sarung dan kethu (tutup kepala dari kain), yang cewek membawa kain jarik buat selimutan biar ga dingin. Dan aku selalu minjem kain jarik nenekku. Hehe.
Biasanya film yang diputar berkisar antara film2 program penyuluhan program pemerintah di bidang kesehatan atau pertanian. Kadang2 juga film laga. Aku ingat waktu itu favoritku Saur Sepuh dengan tokoh Brama Kumbara, Mantili, Lasmini, Raden Bentar, Dewi Harnum; dan Tutur Tinular dengan tokoh Arya Kamandanu, Arya Dwi Pangga.
Huuuuuuuwwww……… kangen masa2 itu. Pengin nonton film layar tancap lagi. Berasa seru dengan suara khas pemutar filmnya yang berisik banget.

Sepeda onta, sepeda torpedo, sepeda jengki.
Sepeda onta dan sepeda jengki biarpun sekarang ini masih ada, tapi amat jarang ditemui. Sepeda onta masih banyak kita jumpai di area Kota Tua, kita bisa sewa Rp15.000,- per sepeda.
Sepeda onta dulu banyakan dipakai orang dewasa coz terlalu tinggi buat anak kecil. Ada sepeda onta buat cewek dan ada juga buat cowok. Yang buat cowok ada ‘planthangan’, semacam besi penghubung antara sadel dan setang. Klo sepeda jengki itu sepeda buatan Cina. Dulu aku pernah memakainya waktu SMP. Dan ternyata sampai sekarang sepeda itu masih ada. Lengkap dengan gantungan kunci yang sama yang kupakai waktu SMP. Yaya, ibuku masih merawatnya.
Klo sepeda torpedo tu sepeda tanpa rem tangan. Mengerem menggunakan pedal dengan cara mengayuh ke belakang. Klo belum mahir benar harus benar2 berhati-hati menggunakannya, apalagi jika melewati jalan yang turunnya curam, berbahaya…….
Aku dulu pernah merasakan beberapa kali jatuh n kaki lecet2 waktu menggunakan sepeda ini.

Memasak pakai kayu bakar.
Sekarang rata2 orang memasak menggunakan kompor gas atau kompor minyak. Aku sempat mengalami memasak memakai kayu bakar, bahkan mpe sekarang nenekku masih memasak memakai kayu bakar. Sudah terbiasa memakai kayu bakar, nenekku ga mau memakai kompor.
Untuk menyalakan api, dulu harus ditiup memakai ‘semprong’. Terbuat dari batang bambu yang dilubangi.
Kadang2 aku dulu suka diminta nenek menunggui masakannya, menjaga api agar tetap menyala. Dan alhasil harus sering meniup api pake semprong dan ’nyugokke kayu’ atau memasukkan kayu ke api, jangan sampai kehabisan kayu, nanti api bisa mati.
Jika sudah begitu, muka pasti merah, keringatan coz kepanasan belum mata kelilipan abu. Huehue…..
Susah juga ya masak pakai kayu bakar. Belum nantinya musti ekstra hati2 jangan mpe kena jelaga. Bisa hitam semua baju n muka.

Permen Davos kecil2 & Permen telur cicak.
Jajanan zaman dulu yang aku ingat banget tu permen Davos kecil2 dan permen telur cicak. Dengan uang Rp.25,- dah dapat 5 buah, satunya dijual Rp.5,-. Permen Davos ini berbungkus kertas warna-warni, ada yang merah, kuning, hijau, biru, ungu, kek warna pelangi ya. Rasanya tidak sepedas permen Davos besar yang bungkusnya cuma satu warna, ungu. Permen Davos besar ini favorit kakek-nenekku. Sekarang ini keknya permen Davos besar masih ada, tapi jarang yang jualnya. Aku pernah lihat temanku membawanya, berarti memang masih eksis. Kalau permen telur cicak, satu bungkus isinya bisa mpe 15 butir, kecil2 warna-warni. Dijual dulu 1 plastik kecil juga Rp.5,-. Jajan bawa uang recehan Rp.100,- dah dapat permen 20. Murah bangeeeet….

Tentang produk2 kebutuhan sehari-hari, yang dari obrolanku dengan anak2 kost ternyata isinya sama, waktu itu shampo yang beredar di pasaran hanya shampoo Sunsilk dan Kao feather bubuk, odol - Pepsodent, sabun mandi - Giv, sabun cuci - sabun cuci batangan warna biru dan sabun colek. Waktu itu produk belum beragam seperti sekarang. Permen ber-merk waktu itu cuma Sugus, sedangkan coklat - coklat merah bergambar ayam jago. Untuk snack waktu itu Chiky, snack berbentuk bola2 warna kuning.

Surat dan Wesel via pos.
Dulu sempat mengalami masa belum ada sambungan telepon. Komunikasi via surat dan mengirim uang via wesel. Dulu paling banyak mengeluarkan uang untuk beli perangko menjelang hari raya. Mengirim kartu ucapan ke segenap handai taulan. Huehuehue sekarang dah jarang banget terima surat via pos apalagi wesel, bertahun-tahun belakangan ini budaya mengirim wesel semakin langka.

Tipex manual.
Hihihihi…. Klo mengingatnya sungguh tidak praktis. Jadi ingat, dulu pertama kali menggunakannya waktu kelas IV SD. Tipex terdiri atas 2 botol. Botol pertama berisi cairan putih ‘Stippo’ dan botol kedua berisi cairan pengencer. Untuk menipex, dioleskan dengan kuas. Lumayan menyita waktu untuk menipex sebuah kesalahan penulisan. Belum lagi waktu itu ‘Stippo’ hobi jalan2. Berkeliling dari meja yang satu ke meja yang lain mpe seantero kelas.

Xixixixi……kalau mengingat-ingat itu semua seru juga.
Kita ngobrol mpe keketawaan sampai malam.
Yah…. sebuah proses untuk menjadi lebih baik.
Senang sempat mengalami masa2 itu.
Merupakan sebuah pengalaman dan pelajaran berharga. Yayaya…..

No comments: