Pantai Siung
Pantai Sundak di senja hari
Saturday, October 11, 2008
October 4, 2008 on my 4th vacation day, akhirnya kesampaian kita jalan2 ke Pantai Siung, pantai pasir putih di Wonosari. Salah satu Pantai baru dibuka di kawasan Wonosari yang belum pernah kukunjungi.
Berangkat dari Yogya rencana pukul 08.00 pagi, biasa….. namanya juga kita, kalau ga molo2r dikit ya namanya bukan kita. Akhirnya dari rumah baru berangkat pk. 08.45 WIB, pergi berempat. Mampir ke kost Nick dulu ambil barangnya yg ketinggalan.
Jalan Wonosari tidak macet. Untunglah!
Di sepanjang perjalanan, tidak ada pemandangan menarik yang bisa dilihat.
Lihatlah betapa gersangnya, banyak pohon meranggas demi tetap survive
Kanan-kiri begitu gersang. Yah, Wonosari memang daerah yang susah air. Di sana air bersih begitu berharga, mahal, harus beli.
‘Nanti mbak, sebentar lagi, di Bukit Bintang, baru bisa lihat pemandangan yg bagus,’ kata Ndra.
Ya, dan benar saja. Pemandangan memang tampak teramat bagus dari Bukit Bintang. Sudah lama aku tidak ke sini, jadi sudah rada lupa dengan yg namanya Bukit Bintang. Melihat ke bawah, melihat Yogya dari atas, pemandangan yang amat bagus. Hamparan menghijau dengan banyak rumah yang tertata cantik di sela-selanya. Sungguh kontras dengan pemandangan2 sebelumnya.
Kenapa diberi nama Bukit Bintang. Apa kalau malam dari sana bintang2 terlihat jelas?
Ya…… kalau malam, kita bisa menikmati pemandangan yang amat menawan. Beribu-ribu bintang berkerlap-kerlip. Bukan nun di atas sana, bukan di langit, tapi nun di bawah sana. Lampu2 dari rumah2 penduduk nun di bawah sana, laksana beribu-ribu bintang di kegelapan malam. Sungguh pemandangan yang menakjubkan. Makanya tempat itu dinamai Bukit Bintang, karena pemandangan yg amat bagus itu cuma bisa dilihat dari situ.
Keluar dari kota Wonosari, sepanjang jalan Wonosari begitu sepi, dengan hutan2 di kanan-kirinya, salah satunya Wanagama, tempat observasi mahasiswa UGM. Kalau malam lewat tempat ini sendiri ngeri juga, belum ada lampu penerangan, tidak ada sinyal HP, sama sekali tidak ada rumah penduduk.
Di sana-sini terlihat banyak rontokan daun, ranting2 mengering. Yah, demi tetap survive, pohon2 meranggas. Di daerah yang keras, pasokan air sedikit, mana hujan sama sekali belum turun. Pemandangan yang amat biasa dijumpai di sana di musim kemarau.
Semakin mendekati kawasan pantai, bisa dilihat pemandangan yang menarik di kanan-kiri jalan. Banyak bukit2 karang kehitam-hitaman. Gersang, dengan sedikit pepohonan. Tapi hebat juga, ada beberapa pohon yang bisa bertahan hidup di sana. Sepertinya zaman dulu kala, tempat ini di bawah laut. Seperti pemandangan di bawah laut.
Jangan heran kalau melewati tempat ini, melihat kambing bisa mendaki bukit. Yah, demi tetap survive, akhirnya mau tidak mau harus beradaptasi dengan lingkungan setempat.
‘Bentar lagi kita sampai di Green Canyon-nya Wonosari,’ kata Ndra.
Yah benar…… pemandangan yang begitu mempesona. Kumpulan bukit karang menghitam, membentuk lembah melingkar. Amat sangat menakjubkan. Dan sudah terlambat bagiku untuk mengabadikan pesona alam itu.
‘Yah Ndra, kenapa ga bilang dari tadi. Telat deh mw moto. Nti ada lagi ga?’ protesku ke Ndra.
‘Ga ada lagi.’
‘Yah, klo gitu nti pulangnya lewat lagi kan?’
‘Lewat, tapi nti pasti dah ga kelihatan, kita pulang pasti sudah malam.’
‘Yah………………’
Lumayan jauh juga masuk ke lokasi Pantai Siung. Akhirnya kesampaian juga ke Pantai Siung. Retribusi per orang masih murah, sekitar 1.500-2.000 rupiah, aku lupa angka persisnya. Mpe lokasi pk.11.30. Belum terlalu ramai karena memang belum terlalu dikenal orang. Dan untunglah di masa Libur Lebaran ini kita memilih pantai ini. Jika terlalu crowded, jadi merasa tidak nyaman, tidak bisa sepenuhnya menikmati keindahan pantai. Di mana-mana yang terlihat melulu orang berlalu lalang.
Pantai Siung……
Sebelumnya pantai favoritku adalah Pantai Sundak, salah satu Pantai pasir putih di Wonosari juga. Sekarang pantai favoritku tambah satu…… Pantai Siung.
Rasanya betah berlama-lama di sana. Begitu banyak pemandangan menarik yang bisa dilihat di sana. Viewnya memang tidak seluas pantai2 yang lain di kawasan Wonosari, tapi tidak mengurangi keindahannya.
Pantai Wediombo, sedikit lebih ke Timur dari Pantai Siung, di perbatasan dengan Jawa Tengah, di sana kita bisa melihat view yang maha luas dibanding pantai2 yang lain. Namanya juga ‘ombo’ (bhs. Jawa) yang artinya luas. Hamparan pantai pasir putih yang amat luas.
Pantai Sundak. Pantai berpasir putih. Aku suka sekali ke sana. Ada banyak ganggang laut di sepanjang pantai. Air di pinggir pantainya begitu jernih hingga kehidupan di bawahnya terlihat jelas di sana. Yang paling kusuka, di Sundak ada teluk kecil, tempat kita bisa mandi2 di sana dengan aman karena terlindung oleh batuan karang. Air di teluk itu begitu jernih, segar. Air payau, sedikit air laut bercampur dengan mata air yang keluar dari bawah bukit karang. Tadinya kukira di sana airnya air tawar, saat ga sengaja tercicip, ternyata sedikit asin, tapi tidak terasa lengket di kulit.
Pantai Krakal, aku kurang begitu suka. Paling kotor dibandingkan pantai2 yang lain di Wonosari. Banyak tumbuh terumbu2 karang dan pandan berduri di pinggir2 pantai. Bagus sih, untuk mengurangi abrasi. Tapi aku kurang suka di sana. Banyak sampah2 yang nyangkut di antara terumbu karang. Pasir pantainya juga rada kotor oleh sampah.
Pantai Kukup. Pantai berpasir putih juga. Dulu aku suka sekali ke sana. Aku masih mengalami masa di mana Pantai Kukup masih banyak ikan2 kecil warna-warni di perairan sepanjang pantai. Sungguh indah dilihat. Ikan kecil berwarna-warni, ada yang putih, biru, kuning, hitam, belang2, merah, orange, bercak2. Kita bebas menangkap ikan untuk dibawa pulang, pake jaring kecil. Tapi itu semua bisa dinikmati waktu aku masih SMA dulu. Saking banyaknya yang pada nangkap ikan, di perairan itu sekarang sudah tidak ada ikan2 kecilnya lagi, sudah habis. Kalaupun ada cuma satu dua. Tapi di sana banyak pedagang2 yang menjajakan ikan2 hias kecil. Aku pernah beli pengin dipiara di aquarium rumah, tapi sayang dalam perjalanan ikannya pada mati. Pengap kekurangan oksigen mungkin.
Pantai Baron. Satu2nya pantai di Wonosari yang berpasir hitam. Di sinilah gudangnya ikan. Biasanya menjadi tujuan terakhir wisata pantai di Wonosari, untuk belanja ikan, oleh2 buat yang di rumah. Banyak perahu2 nelayan di sana. Benar2 sudah merupakan obyek wisata murni. Selalu ramai dikunjungi orang.
Kita Berempat di Pt. Siung
Back to Siung Beach. Pantai ini sudah diakui dunia internasional sebagai pantai tempat panjat tebing terbaik di dunia no. 2 setelah Thailand. Dunia internasional saja sudah mengenalnya, tapi orang Indonesia sendiri banyak yg belum mengenal pantai ini.
Di ujung Timur, menghampar batuan karang menghitam. Hati2 saja di sini, lumayan licin oleh lumut, banyak genangan air, air yang terjebak di antara batuan karang waktu ombak mencapai tempat itu. Sedikit ke arah barat, bisa kita jumpai hamparan ganggang laut menghijau di sepanjang pantai. Kalau diperhatikan benar, banyak biota laut hidup di situ. Ada bintang laut, siput laut, cacing laut, landak laut. So hati2 klo melangkah, lumayan sakit klo ga sengaja menginjak duri landak laut.
Ganggang laut dari dekat dan Pantai Sundak yg airnya surut bnyk
Berjalan ke barat lagi, ada belahan pantai. Belahan ini buatan manusia, sepertinya menggunakan bahan peledak untuk memecahkan karang yang ada di sana. Belahan ini untuk tempat lalu lintas perahu baik yang akan melaut atau yang kembali merapat ke darat. Belahan ini tergenang air yang jernih. Terasa dingin dan tidak lengket di kulit. Air sudah bercampur dengan air tawar dari mata air di situ.
Belahan di Pt. Siung dan perahu yg kembali merapat.
Memanjang sampai ke ujung barat, hamparan perairan bening dengan air jernih, segala kehidupan di situ terlihat jelas. Sungguh pemandangan yang apik. Di ujung paling barat pantai ada tebing2. Tebing2 inilah yang sudah memenuhi standar panjat tebing internasional. Kita sebagai orang Indonesia patut berbangga ada satu lagi pantai di Indonesia yang diakui dunia internasional.
Pantai ini memang masih benar2 alami. Berbeda dengan pantai2 yang lain, tidak kujumpai satu pun pedagang souvenir di sana. Ada beberapa warung makan sederhana yang menjajakan mie ayam, bakso, es dawet, ikan goreng, ikan bakar, dengan harga yang relatif murah. Mie ayam 4.000, bakso pangsit 4.000, dawet 2.500. Kok tau ya….. Habis laper, diiming2in si Nick katanya makan di situ murah n rasanya lumayan. Saat aku ma Dhex nyoba…..’Ga salah ni si Nick, kok bilang enak. Kelaperan kali tu anak.’
Parkir dipatok Rp.2.000,- Kamar mandi yg di belakang Rp.1.000,- kamar mandi di depan bangunannya lebih bagus tarif Rp.2.000,-. Tapi maaf saja airnya keruh, yah maklum di sana susah air. Ya, rata2 para pedagang belum berani mematok harga tinggi, coz masih sepi pengunjung.
Ga terasa kita sudah seharian di Pantai Siung. Sepertinya sampai malam di Pantai ini kita masih betah. Coz aku pengin ke Pantai Sundak juga, akhirnya pk.16.15 kita meninggalkan Siung menuju Sundak. Menunggu sunset di Siung juga percuma, coz langit mendung. Sama sekali tidak akan terlihat.
Ternyata jarak Siung ke Sundak lumayan juga. Kita sampai Sundak pk.17.00. Masih Sundak yang kukenal. Air laut surut lumayan banyak. Menciptakan perairan yang dipenuhi ganggang hijau di sepanjang pantai yang lumayan luas.
‘Mbak, mau ada tsunami!’ kata Ndra.
He he…. salah satu indikasi adanya tsunami, jika air laut surut banyak dengan tiba2.
Pantai begitu sepi. Kita tidak terlalu bisa menikmati, coz senja cepat sekali turun. Rada takut juga berada di dekat teluk yang biasanya begitu menyenangkan, takut tiba2 air laut pasang. Nick n Ndra sama sekali ga mau turun ke laut, mereka cuma duduk2 di hamparan pasir, kecapekan mungkin.
Pk. 18.00 benar2 sudah gelap gulita. Sama sekali tidak ada penerangan di sana coz listrik belum masuk ke daerah itu. Akhirnya waktu sewa kamar mandi buat ganti baju yang basah kuyup, harus rela memakai penerangan seadanya, lampu senthir yang asapnya mengepul hitam. Duh…. Mg2 asapnya ga nempel ke muka. Bisa coreng-moreng mukaku nti.
Pk.18.15 WIB kita meninggalkan Sundak. Benar2 sudah gelap, seperti pk.19.00. Benar kata Ndra…. Waktu kita lewat Green Canyon-nya Wonosari lagi, sama sekali tidak terlihat apa2. ‘Yah…… laen kali kita ke sini lagi!’
Perjalanan pulang terasa begitu lama. Harus ekstra hati2. Sama sekali tidak ada penerangan di jalan, banyak tikungan tajam. ‘Kok ga mpe2 ya.’
Tadinya kita rencana mo makan malam di angkringan. Tapi sepertinya laper keburu datang, kasihan cacing2 di perut dah protes minta diisi.
‘Dah pada laper ya? Ya sudah, kita makan di jalan saja. Anything, yg terlihat enak aja.’
Pk.19.30 WIB. Wowwwwwwwwww!!!!!!!!!!!!! Pemandangan paling menakjubkan yang kami lihat sepanjang sore itu. Bukit Bintang. Bagus sekali………………………..
‘Jalan pelan2 ya Ndra!’
Si Nick coba mengabadikan via kamera. Tidak berhasil, yang terlihat cuma hitam gelap. Benar kata Nick, keindahan ini cuma lensa mata kita yang bisa menangkap pesonanya. Lensa kamera semahal apapun tidak akan bisa mengabadikannya dengan sempurna. So bersyukurlah kita dikaruniai sepasang mata yang bisa mengabadikan keindahan ciptaaan-Nya dengan sempurna.
Baru kali itu, kulihat di sepanjang jalan, banyak mobil dan motor yang berhenti, sampai radius beberapa meter. Semuanya menatap ke bawah, focus ke titik yang sama, ribuan taburan bintang di bawah sana. Alangkah indahnya………..
Rasanya pengin berhenti saja, berlama-lama di sana, he he….. tapi hari kian malam, HP-ku dah bunyi terus dari tadi. My mum khawatir. ‘Mpe mana? Pulang jangan malam2?’
Tiap HP bunyi pasti deh ….
‘Dari siapa?’
‘Siapa lagi? Ibu…….!’
Pk.20.00 kita makan malam. ‘Mie Jawa Pak Noto’ di Jl. Wonosari. Katanya lumayan enak. Dan benar saja, enak. ‘Bisa nih, direkomendasiin!’
Mie-nya dari baunya aja dah yummy bgt……
Dimasak pake anglo. Dan untunglah kita mpe sana tidak pake nunggu lama. Coz habis kita, ada beberapa mobil rombongan yang berhenti makan di situ.
‘Untung kita dah nyampe duluan.’
Tapi jangan pesan nasi goreng di sana, aku tadinya pesan nasi goreng, pas tau yg masak beda orang, jd pengin cancel. Nasi goreng dimasak oleh ibu2 pake kompor gas biasa. Akhirnya saat nasgorku datang, aku lebih memilih pesan lagi mie goreng. Minumnya teh poci dengan gula batu. Hmmmmmmmmmmm
Harganya juga standar. Kita pesan 2 nasgor, 3 mie goreng, 2 teh poci, 1 jeruk anget n 2 keripik, cuma bayar 48 ribu.
Akhirnya….. kesampaian deh ke pantai. Saking senengnya mpe ga kerasa kulit jadi gosong kebakar sinar matahari. Sukses deh kita berjemur hari ini.
‘Habis ini, kita lomba item2an ya. Yang kalah nraktir di angkringan.’
‘Waduh lama nih mulihin lagi,’ kata Dhex.
‘Aku mah mpe kapan pun juga ga akan pulih2. Aslinya seperti ini,’ kata Ndra.
‘Si Nick kok ga gosong ya?’
‘Aku kan pakai lengan panjang!’
Yah gapapa…… belum tentu kan setahun sekali kita ke Pantai. Dinikmati saja.
Pantai Sundak di senja hari
Saturday, October 11, 2008
October 4, 2008 on my 4th vacation day, akhirnya kesampaian kita jalan2 ke Pantai Siung, pantai pasir putih di Wonosari. Salah satu Pantai baru dibuka di kawasan Wonosari yang belum pernah kukunjungi.
Berangkat dari Yogya rencana pukul 08.00 pagi, biasa….. namanya juga kita, kalau ga molo2r dikit ya namanya bukan kita. Akhirnya dari rumah baru berangkat pk. 08.45 WIB, pergi berempat. Mampir ke kost Nick dulu ambil barangnya yg ketinggalan.
Jalan Wonosari tidak macet. Untunglah!
Di sepanjang perjalanan, tidak ada pemandangan menarik yang bisa dilihat.
Lihatlah betapa gersangnya, banyak pohon meranggas demi tetap survive
Kanan-kiri begitu gersang. Yah, Wonosari memang daerah yang susah air. Di sana air bersih begitu berharga, mahal, harus beli.
‘Nanti mbak, sebentar lagi, di Bukit Bintang, baru bisa lihat pemandangan yg bagus,’ kata Ndra.
Ya, dan benar saja. Pemandangan memang tampak teramat bagus dari Bukit Bintang. Sudah lama aku tidak ke sini, jadi sudah rada lupa dengan yg namanya Bukit Bintang. Melihat ke bawah, melihat Yogya dari atas, pemandangan yang amat bagus. Hamparan menghijau dengan banyak rumah yang tertata cantik di sela-selanya. Sungguh kontras dengan pemandangan2 sebelumnya.
Kenapa diberi nama Bukit Bintang. Apa kalau malam dari sana bintang2 terlihat jelas?
Ya…… kalau malam, kita bisa menikmati pemandangan yang amat menawan. Beribu-ribu bintang berkerlap-kerlip. Bukan nun di atas sana, bukan di langit, tapi nun di bawah sana. Lampu2 dari rumah2 penduduk nun di bawah sana, laksana beribu-ribu bintang di kegelapan malam. Sungguh pemandangan yang menakjubkan. Makanya tempat itu dinamai Bukit Bintang, karena pemandangan yg amat bagus itu cuma bisa dilihat dari situ.
Keluar dari kota Wonosari, sepanjang jalan Wonosari begitu sepi, dengan hutan2 di kanan-kirinya, salah satunya Wanagama, tempat observasi mahasiswa UGM. Kalau malam lewat tempat ini sendiri ngeri juga, belum ada lampu penerangan, tidak ada sinyal HP, sama sekali tidak ada rumah penduduk.
Di sana-sini terlihat banyak rontokan daun, ranting2 mengering. Yah, demi tetap survive, pohon2 meranggas. Di daerah yang keras, pasokan air sedikit, mana hujan sama sekali belum turun. Pemandangan yang amat biasa dijumpai di sana di musim kemarau.
Semakin mendekati kawasan pantai, bisa dilihat pemandangan yang menarik di kanan-kiri jalan. Banyak bukit2 karang kehitam-hitaman. Gersang, dengan sedikit pepohonan. Tapi hebat juga, ada beberapa pohon yang bisa bertahan hidup di sana. Sepertinya zaman dulu kala, tempat ini di bawah laut. Seperti pemandangan di bawah laut.
Jangan heran kalau melewati tempat ini, melihat kambing bisa mendaki bukit. Yah, demi tetap survive, akhirnya mau tidak mau harus beradaptasi dengan lingkungan setempat.
‘Bentar lagi kita sampai di Green Canyon-nya Wonosari,’ kata Ndra.
Yah benar…… pemandangan yang begitu mempesona. Kumpulan bukit karang menghitam, membentuk lembah melingkar. Amat sangat menakjubkan. Dan sudah terlambat bagiku untuk mengabadikan pesona alam itu.
‘Yah Ndra, kenapa ga bilang dari tadi. Telat deh mw moto. Nti ada lagi ga?’ protesku ke Ndra.
‘Ga ada lagi.’
‘Yah, klo gitu nti pulangnya lewat lagi kan?’
‘Lewat, tapi nti pasti dah ga kelihatan, kita pulang pasti sudah malam.’
‘Yah………………’
Lumayan jauh juga masuk ke lokasi Pantai Siung. Akhirnya kesampaian juga ke Pantai Siung. Retribusi per orang masih murah, sekitar 1.500-2.000 rupiah, aku lupa angka persisnya. Mpe lokasi pk.11.30. Belum terlalu ramai karena memang belum terlalu dikenal orang. Dan untunglah di masa Libur Lebaran ini kita memilih pantai ini. Jika terlalu crowded, jadi merasa tidak nyaman, tidak bisa sepenuhnya menikmati keindahan pantai. Di mana-mana yang terlihat melulu orang berlalu lalang.
Pantai Siung……
Sebelumnya pantai favoritku adalah Pantai Sundak, salah satu Pantai pasir putih di Wonosari juga. Sekarang pantai favoritku tambah satu…… Pantai Siung.
Rasanya betah berlama-lama di sana. Begitu banyak pemandangan menarik yang bisa dilihat di sana. Viewnya memang tidak seluas pantai2 yang lain di kawasan Wonosari, tapi tidak mengurangi keindahannya.
Pantai Wediombo, sedikit lebih ke Timur dari Pantai Siung, di perbatasan dengan Jawa Tengah, di sana kita bisa melihat view yang maha luas dibanding pantai2 yang lain. Namanya juga ‘ombo’ (bhs. Jawa) yang artinya luas. Hamparan pantai pasir putih yang amat luas.
Pantai Sundak. Pantai berpasir putih. Aku suka sekali ke sana. Ada banyak ganggang laut di sepanjang pantai. Air di pinggir pantainya begitu jernih hingga kehidupan di bawahnya terlihat jelas di sana. Yang paling kusuka, di Sundak ada teluk kecil, tempat kita bisa mandi2 di sana dengan aman karena terlindung oleh batuan karang. Air di teluk itu begitu jernih, segar. Air payau, sedikit air laut bercampur dengan mata air yang keluar dari bawah bukit karang. Tadinya kukira di sana airnya air tawar, saat ga sengaja tercicip, ternyata sedikit asin, tapi tidak terasa lengket di kulit.
Pantai Krakal, aku kurang begitu suka. Paling kotor dibandingkan pantai2 yang lain di Wonosari. Banyak tumbuh terumbu2 karang dan pandan berduri di pinggir2 pantai. Bagus sih, untuk mengurangi abrasi. Tapi aku kurang suka di sana. Banyak sampah2 yang nyangkut di antara terumbu karang. Pasir pantainya juga rada kotor oleh sampah.
Pantai Kukup. Pantai berpasir putih juga. Dulu aku suka sekali ke sana. Aku masih mengalami masa di mana Pantai Kukup masih banyak ikan2 kecil warna-warni di perairan sepanjang pantai. Sungguh indah dilihat. Ikan kecil berwarna-warni, ada yang putih, biru, kuning, hitam, belang2, merah, orange, bercak2. Kita bebas menangkap ikan untuk dibawa pulang, pake jaring kecil. Tapi itu semua bisa dinikmati waktu aku masih SMA dulu. Saking banyaknya yang pada nangkap ikan, di perairan itu sekarang sudah tidak ada ikan2 kecilnya lagi, sudah habis. Kalaupun ada cuma satu dua. Tapi di sana banyak pedagang2 yang menjajakan ikan2 hias kecil. Aku pernah beli pengin dipiara di aquarium rumah, tapi sayang dalam perjalanan ikannya pada mati. Pengap kekurangan oksigen mungkin.
Pantai Baron. Satu2nya pantai di Wonosari yang berpasir hitam. Di sinilah gudangnya ikan. Biasanya menjadi tujuan terakhir wisata pantai di Wonosari, untuk belanja ikan, oleh2 buat yang di rumah. Banyak perahu2 nelayan di sana. Benar2 sudah merupakan obyek wisata murni. Selalu ramai dikunjungi orang.
Kita Berempat di Pt. Siung
Back to Siung Beach. Pantai ini sudah diakui dunia internasional sebagai pantai tempat panjat tebing terbaik di dunia no. 2 setelah Thailand. Dunia internasional saja sudah mengenalnya, tapi orang Indonesia sendiri banyak yg belum mengenal pantai ini.
Di ujung Timur, menghampar batuan karang menghitam. Hati2 saja di sini, lumayan licin oleh lumut, banyak genangan air, air yang terjebak di antara batuan karang waktu ombak mencapai tempat itu. Sedikit ke arah barat, bisa kita jumpai hamparan ganggang laut menghijau di sepanjang pantai. Kalau diperhatikan benar, banyak biota laut hidup di situ. Ada bintang laut, siput laut, cacing laut, landak laut. So hati2 klo melangkah, lumayan sakit klo ga sengaja menginjak duri landak laut.
Ganggang laut dari dekat dan Pantai Sundak yg airnya surut bnyk
Berjalan ke barat lagi, ada belahan pantai. Belahan ini buatan manusia, sepertinya menggunakan bahan peledak untuk memecahkan karang yang ada di sana. Belahan ini untuk tempat lalu lintas perahu baik yang akan melaut atau yang kembali merapat ke darat. Belahan ini tergenang air yang jernih. Terasa dingin dan tidak lengket di kulit. Air sudah bercampur dengan air tawar dari mata air di situ.
Belahan di Pt. Siung dan perahu yg kembali merapat.
Memanjang sampai ke ujung barat, hamparan perairan bening dengan air jernih, segala kehidupan di situ terlihat jelas. Sungguh pemandangan yang apik. Di ujung paling barat pantai ada tebing2. Tebing2 inilah yang sudah memenuhi standar panjat tebing internasional. Kita sebagai orang Indonesia patut berbangga ada satu lagi pantai di Indonesia yang diakui dunia internasional.
Pantai ini memang masih benar2 alami. Berbeda dengan pantai2 yang lain, tidak kujumpai satu pun pedagang souvenir di sana. Ada beberapa warung makan sederhana yang menjajakan mie ayam, bakso, es dawet, ikan goreng, ikan bakar, dengan harga yang relatif murah. Mie ayam 4.000, bakso pangsit 4.000, dawet 2.500. Kok tau ya….. Habis laper, diiming2in si Nick katanya makan di situ murah n rasanya lumayan. Saat aku ma Dhex nyoba…..’Ga salah ni si Nick, kok bilang enak. Kelaperan kali tu anak.’
Parkir dipatok Rp.2.000,- Kamar mandi yg di belakang Rp.1.000,- kamar mandi di depan bangunannya lebih bagus tarif Rp.2.000,-. Tapi maaf saja airnya keruh, yah maklum di sana susah air. Ya, rata2 para pedagang belum berani mematok harga tinggi, coz masih sepi pengunjung.
Ga terasa kita sudah seharian di Pantai Siung. Sepertinya sampai malam di Pantai ini kita masih betah. Coz aku pengin ke Pantai Sundak juga, akhirnya pk.16.15 kita meninggalkan Siung menuju Sundak. Menunggu sunset di Siung juga percuma, coz langit mendung. Sama sekali tidak akan terlihat.
Ternyata jarak Siung ke Sundak lumayan juga. Kita sampai Sundak pk.17.00. Masih Sundak yang kukenal. Air laut surut lumayan banyak. Menciptakan perairan yang dipenuhi ganggang hijau di sepanjang pantai yang lumayan luas.
‘Mbak, mau ada tsunami!’ kata Ndra.
He he…. salah satu indikasi adanya tsunami, jika air laut surut banyak dengan tiba2.
Pantai begitu sepi. Kita tidak terlalu bisa menikmati, coz senja cepat sekali turun. Rada takut juga berada di dekat teluk yang biasanya begitu menyenangkan, takut tiba2 air laut pasang. Nick n Ndra sama sekali ga mau turun ke laut, mereka cuma duduk2 di hamparan pasir, kecapekan mungkin.
Pk. 18.00 benar2 sudah gelap gulita. Sama sekali tidak ada penerangan di sana coz listrik belum masuk ke daerah itu. Akhirnya waktu sewa kamar mandi buat ganti baju yang basah kuyup, harus rela memakai penerangan seadanya, lampu senthir yang asapnya mengepul hitam. Duh…. Mg2 asapnya ga nempel ke muka. Bisa coreng-moreng mukaku nti.
Pk.18.15 WIB kita meninggalkan Sundak. Benar2 sudah gelap, seperti pk.19.00. Benar kata Ndra…. Waktu kita lewat Green Canyon-nya Wonosari lagi, sama sekali tidak terlihat apa2. ‘Yah…… laen kali kita ke sini lagi!’
Perjalanan pulang terasa begitu lama. Harus ekstra hati2. Sama sekali tidak ada penerangan di jalan, banyak tikungan tajam. ‘Kok ga mpe2 ya.’
Tadinya kita rencana mo makan malam di angkringan. Tapi sepertinya laper keburu datang, kasihan cacing2 di perut dah protes minta diisi.
‘Dah pada laper ya? Ya sudah, kita makan di jalan saja. Anything, yg terlihat enak aja.’
Pk.19.30 WIB. Wowwwwwwwwww!!!!!!!!!!!!! Pemandangan paling menakjubkan yang kami lihat sepanjang sore itu. Bukit Bintang. Bagus sekali………………………..
‘Jalan pelan2 ya Ndra!’
Si Nick coba mengabadikan via kamera. Tidak berhasil, yang terlihat cuma hitam gelap. Benar kata Nick, keindahan ini cuma lensa mata kita yang bisa menangkap pesonanya. Lensa kamera semahal apapun tidak akan bisa mengabadikannya dengan sempurna. So bersyukurlah kita dikaruniai sepasang mata yang bisa mengabadikan keindahan ciptaaan-Nya dengan sempurna.
Baru kali itu, kulihat di sepanjang jalan, banyak mobil dan motor yang berhenti, sampai radius beberapa meter. Semuanya menatap ke bawah, focus ke titik yang sama, ribuan taburan bintang di bawah sana. Alangkah indahnya………..
Rasanya pengin berhenti saja, berlama-lama di sana, he he….. tapi hari kian malam, HP-ku dah bunyi terus dari tadi. My mum khawatir. ‘Mpe mana? Pulang jangan malam2?’
Tiap HP bunyi pasti deh ….
‘Dari siapa?’
‘Siapa lagi? Ibu…….!’
Pk.20.00 kita makan malam. ‘Mie Jawa Pak Noto’ di Jl. Wonosari. Katanya lumayan enak. Dan benar saja, enak. ‘Bisa nih, direkomendasiin!’
Mie-nya dari baunya aja dah yummy bgt……
Dimasak pake anglo. Dan untunglah kita mpe sana tidak pake nunggu lama. Coz habis kita, ada beberapa mobil rombongan yang berhenti makan di situ.
‘Untung kita dah nyampe duluan.’
Tapi jangan pesan nasi goreng di sana, aku tadinya pesan nasi goreng, pas tau yg masak beda orang, jd pengin cancel. Nasi goreng dimasak oleh ibu2 pake kompor gas biasa. Akhirnya saat nasgorku datang, aku lebih memilih pesan lagi mie goreng. Minumnya teh poci dengan gula batu. Hmmmmmmmmmmm
Harganya juga standar. Kita pesan 2 nasgor, 3 mie goreng, 2 teh poci, 1 jeruk anget n 2 keripik, cuma bayar 48 ribu.
Akhirnya….. kesampaian deh ke pantai. Saking senengnya mpe ga kerasa kulit jadi gosong kebakar sinar matahari. Sukses deh kita berjemur hari ini.
‘Habis ini, kita lomba item2an ya. Yang kalah nraktir di angkringan.’
‘Waduh lama nih mulihin lagi,’ kata Dhex.
‘Aku mah mpe kapan pun juga ga akan pulih2. Aslinya seperti ini,’ kata Ndra.
‘Si Nick kok ga gosong ya?’
‘Aku kan pakai lengan panjang!’
Yah gapapa…… belum tentu kan setahun sekali kita ke Pantai. Dinikmati saja.
No comments:
Post a Comment